Skip to main content

Posts

Perempuan Hebat Itu, Ibuku

Ibu ( saya memanggilnya Mak’e), merupakan  perempuan  dengan label  ibu rumah tangga tulen. Bapak adalah pencari kerja utama,sedang ibu adalah Menter I Dalam Negeri sekaligus Menteri Keuangan  yang sedemikian jago mengatur gaji  Bapak untuk kehidupan kami, lima orang anak. Bapak dinas di Bek-Ang, bukan level perwira,  namun alhamdulillah tidak membuat kami hidup kekurangan. Secukupnya saja, namun masih bisa piknik tiap hari Minggu. Iya hampir tiap Minggu pagi Bapak akan mengajak saya dan kakak laki-laki saya ke peternakan sapi dekat rumah kemudian pulang membawa sebotol susu sapi mentah dan sepotong besar daging sapi, atau kami akan pergi ke Taman Kyai Langgeng, berenang, atau kami akan ke Borobudur,atau kami akan ke Candi  Mendut. Ibu sedemikian pintar mengatur keuangan keluarga dengan gaji pensiun Bapak yang hanya lima digit namun  mampu menyekolahkan 3 dari 5 anaknya hingga sarjana. Jika saya  mengenang masa  itu, saya namakan  masa hidup sederhana. Padahal saat dulu menjalani,

Kangen Bapak

Bapak  ( Pak’e) adalah  pahlawan saya. Bapak yang mengajarkan saya disipilin, tanggung jawab dan percaya diri. Salah satu ajaran beliau yang saya ingat dan saya gunakan hingga kini, “ Jika sedang berbicara dengan orang lain, jangan menunduk, tatap mata lawan bicara. Karena jika menunduk berarti tidak percaya diri bahkan dianggap tidak menghargai”. Nasihat tersebut disampaikan menjelang keberangkatan saya ke lomba Matematika tingkat propinsi di Semarang, SMP kelas 2. Itu memang pertama kalinya saya ikut lomba hingga propinsi, biasanya hanya berhenti sampai tingkat kabupaten. Bapak tidak galak, namun tegas dan disiplin. Bapak memberikan kepercayaan penuh kepada saya untuk memilih. Ketika lulus SMP beliau pernah menyampaikan agar saya meneruskan  SPK (Sekolah Perawat Kesehatan). Nyatanya ketika saya mendaftar ke SMU Negeri, beliau tetap mengiyakan. Pun ketika lulus SMU saya sudah terdaftar di Akbid (akademi kebidanan) Semarang, sekali lagi Bapak tidak melarang saat saya memilih kuliah

BPJS Bikin Baper #Part One

Memaksimalkan Manfaatnya BPJS Kesehatan Tiga lembar kartu BPJS saya terima minggu lalu. What? Hanya berupa lembaran nih? Saya pikir kartu BPJS seperti kartu NPWP selayak kartu ATM BANK. Well, kata mas petugas bentuk kartu BPJS sekarang begini, yang begitu –tebal magnetic- untuk peserta Jamkesmas. Voilaa..!Baiklah yang penting fungsinya, yang tercantum padai Nomor  Kepesertaan. Dua hari kemudian, suami mencoba periksa ke dokter gigi. Betul, gratis ! Ndeso saya. Esok sorenya gantian saya yang periksa ke dokter gigi, untuk tambal gigi. Sayang nya si kecil tidak mau. Loh kok jadi sekeluarga ke dokter gigi. Iya, dokter gigi inilah alasan saya mendaftar BPJS secara mandiri setelah pihak kantor  tak ada kepastian kapan asuransi kesehatan aktif. Hanya BPJS Ketenagakerjaan yang sudah terdaftar, begitu cerita staf SDI kantor. Sengaja memilih kelas II karena tariff lebih murah dan masih memungkinkan naik kelas  rawat inap di Rumah Sakit. Ceritanya dua tahun lalu gigi saya bermasalah. Ada

Mengenalkan baca tulis

KEENAN ON THE GO Dahulu  saya sering membaca koran atau majalah dengan suara keras disamping bayi Keenan. Entahlah apa yang didengar dan diketahuinya, ketika mulut saya bergerak dan intonasi suara berubah-ubah, maka bayi Keenan juga ikut mengoceh. Genap usia satu tahun saya belikan buku bantal, dengan maksud belajar mengenal gambar dan huruf. Terlalu dini ya? Hahaha emang emaknya aja yang nepsong. Usia dua tahun buku gambar dan crayon jadi mainan andalan diluar mobil-mobilan dan truk. Lebih tepatnya crayon, buku gambar kurang laku pada saat itu. Maka tembok rumah pun penuh hasta karya naturalisnya. Baru saat usia tiga tahun, nafsu menggambar di tembok sudah jauh berkurang. Sasaran berikutnya buku gambar, buku tulis dan semua jenis kertas yang ada. Boros memang, buku gambar isi 10 lembar akan habis kurang dari 5 menit karena yang digambar atau ditulis dalam font teramat besar,serasa Arial 36. Hingga usianya  4,5 tahun , rasanya sudah 7 kali saya membelikan crayon dan lebih dari d

Jadi Orang Tua Tidak Ada Sekolahnya

SEMINAR  PARENTING KBIT PERMATA HATI 28 NOVEMBER 2015 Mengikuti seminar parenting yang dimotori FKOMG KBIT PERMATA HATI BATANG Lokasi pendopo kabupaten Jadi ingat ingin membuat Seminar ASI, kelak disini tempatnya. Inden aaah. "Bu, anak saya aktif sekali, tidak bisa diam." "Usia berapa?" " 5 tahun." "Wajaar, Bu. Kalau usia  8 tahun masih tidak bisa diam, baru memerlukan observasi." Iya, anak usia belum sekolah , kurang dari 6 tahun, adalah wajar berlarian aktif kesana kemari. Energi anak usia balita memang luarbiasa dan harus dikeluarkan. Itu kenapa sekolah PAUD dan TK ada metode PAGI CERIA. Yaitu metode bernyanyi, bermain dan  berlari pagi hari dari jam 8- 9, sebelum aktivitas belajar dimulai. Gunanya untuk mengeluarkan semua energi anak sembari menstimulasi gerakan motorik. Naah pada jam belajarnya yaitu jam 9, anak sudah merasa lelah dan bisa duduk tenang. Baru tahu ! Metode pendidikan yang efektif : 1.       Pend