Skip to main content

Posts

Gambar Muka

Kemarin sore  pak Bos tiba-tiba menelpon. “…………….bagus “ suara dari seberang laut. “Gimana , Pak, tidak jelas.” “ DP mu itu lo, ORANG KUAT TAHAN MARAH. Seharian ini saya marah-marah soalnya.” Saya nyengir.Haha, pak bos kepoin DP BBM saiyah. Ga enak berteman dengan bos gini dah. Apa yang ada di hati tidak bisa sembarang pasang status. Kan malu pasang status galau hihi. Cuma, memang sejak mempunya buntut, saya termasuk arif dalam memasang status baik di Display Picture (DP)BBM, WA ataupun Facebook. Kenapa ? Inget umur hahaha.  Begini, saya juga selfiegenik. Tidak bisa melihat spot kinclong sedikit pengennya  senyum klik sana sini. Mall, area pameran, apalagi memang tempat wisata hadeuuh WAJIB. Dan langsung posting up , up, up. Bahan nyombongin ke orang-orang yang belum pernah kesana. Ya kan @marisa perdani J Mojok di Grand Indonesia atau stalking depan stan Inacraft. Lima tahun terakhir hobi itu semakin berkurang, apalagi posting narsis. Mending posting senyum anak. 

MENABUNG DINAR EMAS DULU, BERANGKAT UMRAH KEMUDIAN

Masih ingat konsep pengaturan keuangan 10-20-30-40 kan ya J 10% dari gaji untuk  TABUNGAN (lallallaaaaa…) 20% dari gaji untuk biaya HOBI dan sosial (beli baju,travelling ,wisata kuliner , kondangan ) 30% dari gaji untuk bayar HUTANG termasuk kartu kredit  ( ambil kalkulator) 40 % dari gaji untuk HIDUP sehari-hari  (what ? ga cukup dong !) Nah mau bahas yang  poin 1 nih, TABUNGAN. Jika dahulu definisi menabung adalah menyisihkan uang , saat ini menabung sudah menjadi kewajiban. Lebih jauh lagi dengan sebutan investasi. Rasanya pameo dipikir sambil jalan , sudah tidak relevan di era digital kini. Bermimpi, berencana, dan eksekusi. Anda ingin punya rumah, harus punya tabungan untuk bayar uang muka dong. Anda ingin liburan,  siapkan tabungan travelling dulu dong. Jangan terlampau ringan tangan dengan sedikit –sedikit ada kebutuhan maka langsung gesek kartu kredit. Jika itu Anda lakukan, selamat menempuh jalan penuh lumpur yang akan membuat Anda  terjerembab. # Sudah pu

Drama pagi cerah

Alarm pukul 3.31 tidak berhasil membangunkan saya, namun belum alarm kedua 4.30 berbunyi  mata saya sudah melebar. Teringat cucian piring yang semalam tidak tersentuh gegara kepala sedemikian berat.  Tak ada alasan untuk  bersantai. Tepat pukul 06.oo, sarapan sudah siap. Saya pun sudah mandi. Menengok kamar depan yang kosong saya pikir Keenan diajak pergi si Ayah, karena rumah kecil kami memang memungkinkan melihat semua aktivitas dimanapun berada.  Dari rengekannya ,s aya tahu bakda shubuh si Ayah membangunkan Keenan.  Keenan belum bisa langsung terbangun, biasanya masih malas-malasan. Ketika suasana hening, terpikir mereka pergi jalan-jalan. Tanpa menengok saya lanjutkan beberes dapur. Pukul 06.15, Ayah dan Keenan belum juga nampak pulang. Tengok kanan kiri ke halaman depan dan samping juga tak terlihat. Maka sayapun mulai sebal. Si Ayah suka gitu, ngajak jalan anak sampai siang , nanti kan jadi keburu berangkat sekolahnya. 06.30 keduanya belum juga terlihat, maka saya tengok k

I’M MOVING and I’M HAPPY

Pindah rumah, pindah kos, packing seru. Saya nikmati semua proses  adaptasi lingkungan baru. Tapi tidak untuk sesi pindah kali itu. Saya harus memilih melanjutkan karir  (yang sepertinya akan gemilang) di kota atau pindah mengikuti domisili calon suami.  Jika saya tetap tinggal  di kota peluang untuk menjadi perempuan berdaya dari sisi materi dan kepuasan ragawi dengan segala macam fasilitas akan tersedia. Jika saya memilih mengikuti keinginan sang calon suami, maka saya harus rela bersepi-sepi di kota pesisir pantai utara  menyaksikan orang memegang canting dan menarikannya di atas sehelai kain panjang.  Tidak akan ada waktu kunjungan ke aneka pameran  megah di JCC atau Kemayoran . Tidak ada lagi jalan-jalan menelusuri kota tua dan duduk termenung di pojokan museum. Tidak ada lagi agenda bangun pagi-terburu-buru- hari Ahad , demi mendapat shaf depan di Masjid Sunda Kelapa. Tidak ada lagi… “Bunda, aku bangun pagi !” Terdengar  suara lelaki kecil  dari arah belakang. Saya

I’M MOVING and I’M HAPPY

Pindah rumah, pindah kos, packing seru. Saya nikmati semua proses  adaptasi lingkungan baru. Tapi tidak untuk sesi pindah kali itu. Saya harus memilih melanjutkan karir  (yang sepertinya akan gemilang) di ibukota tercinta Jakarta atau pindah ke kota kelahiran calon suami yang tidak mudah bukan? Pada saat usia sudah  terbilang matang  untuk menikah  namun panggilan egoisme hati untuk meraih mimpi, passion serupa batu yang menahan langkah saya.  Jika saya tetap tinggal  di Jakarta peluang untuk menjadi perempuan berdaya dari sisi materi dan kepuasan ragawi dengan segala macam fasilitas akan terpenuhi. Menikah ? Entah ada di porsi keberapa. Jika saya memilih mengikuti keinginan sang calon suami, maka saya harus rela bersepi-sepi di kota pesisir pantai utara  menyaksikan orang memegang canting dan menarikannya di atas sehelai kain panjang.  Tidak akan ada waktu kunjungan ke aneka pameran  megah di JCC atau Kemayoran . Tidak ada lagi jalan-jalan menelusuri kota tua dan duduk terme