Skip to main content

Posts

APAKAH PEREMPUAN BUTUH TRAINING

Apakah perempuan butuh training ? Menurut saya tidak. Mengapa ? Karena perempuan sudah cukup sibuk dengan kegiatan di luar rumah, mengurus keluarga  dan mengurus anak. Sudah habis waktu untuk ikut training ini itu. Cukuplah ilmu semasa sekolah sampai kuliah. Kalaupun perlu pengetahuan baru, tinggal klik www.google.com. Selesai. Pendapat saya itu serta merta meluruh, ketika suatu waktu log in facebook yang sudah sudah mati suri lebih dari 2 tahun. Saya menemukan iklan Sekolah Perempuan yang diadakan Indscript Training Centre yang menawarkan training dan konseling pembuatan buku selama 3 bulan. What ? Dalam 3 bulan bisa bikin sebuah buku ? Jadi tertarik. Hanya butuh waktu dua minggu untuk kemudian memutuskan ikut. Daaaaan, di Sekolah Perempuan itulah berkenalan dengan perempuan-perempuan hebat lain, para mentor @indari mastuti @ida fauziah @Ana farida @julie Artha dan para peserta yang ternyata memiliki kesibukan luar biasa namun masih sempat untuk berbagi ilmu dan menimba ilmu.

MENJADI PEREMPUAN BERDAYA

Berkenalan dengan orang baru itu menambah ilmu, memperpanjang umur J Bulan lalu berkunjung ke salah satu relasi. Justru tidak bertemu dengan Pak Kaji (sapaan untuk orang yang dihormati dan sudah pergi haji), karena beliau sedang beristirahat. Bertemu dengan istri beliau, Bu Kaji dan salah satu anak, Tante Ve. Menyenangkan sekali berbincang dengan mereka semua dalam kesempatan terpisah. Bu Kaji adalah perempuan berdaya yang mampu menyejajarkan langkah dengan kecepatan lari Pak Kaji. Dahulu mereka hanyalah pemasok batu split dan aspal kepada para kontraktor jalan. Dengan system kepercayaan, mereka mampu mendistribusikan banyak order ke berbagai proyek konstruksi jalan. Setahap demi setahap mereka mampu mandiri dan mendapat proyek sendiri. Bu kaji paham betul hitungan satu unit backhoe akan menghasilkan berapa kubik tanah atau pasir per jam. Berapa biaya yang dikeluarkan per jam. Alat pemecah batu akan menghasilkan berapa kubik batu split. Bahkan beliau juga hafal berapa harga

Doing Outside the Box

Melakukan hal yang tidak biasa dilakukan. Bukan tentang comfort zone , tapi memperjuangkan passion yang dulu tak terpikir untuk direalisasikan.Doing Outside The Box. Masuk dalam komunitas Sekolah Perempuan semakin menjerumuskan saya kedalam berbagai grup di FB maupun WA yang di penuhi dengan emak-emak berisik yang  luarbiasa semangatnya meng-empower dirinya sendiri untuk maju menuju sukses. Salah satu grup WA yang saya ikut TNB 1 (Tips Nulis dan Bisnis 1) yang digawangi mbak Diah Octavia. Grup ini sangat aktif, buka chat dari 09.00pagi hingga jam 09.00 malam penuh dengan obrolan emak-emak dari curhat bisnis, ngomongin makanan, janjian kopdar, promo Indscript training dan yang paling jempolan sharing kisah sukses dari para pebisnis baik yang sudah lama menikmati keberhasilan maupun yang belum genap setahun ikut PSC (Private Sales Coaching) dan berhasil melesatkan omset bisnisnya hingga  4 bahkan 10 kali lipat. Salah satu sharing yang menarik adalah milik Teh Endah Dwianti

Perempuan h3bat itu,Ibuku:-)

Ibu (saya memanggilnya Mak’e) , merupakan  perempuan dengan label ibu rumah tangga tulen. Bapak adalah pencari nafkah utama,sedang ibu adalah pengelola rumah tangga dan mendampingi kehidupan kami, lima orang anak. Bapak dinas di Bek-Ang, bukan level perwira namun alhamdulillah tidak membuat kami hidup kekurangan. Secukupnya saja, namun masih bisa piknik tiap hari Minggu. Iya hampir tiap Minggu pagi Bapak akan mengajak saya dan kakak laki-laki saya ke peternakan sapi dekat rumah kemudian pulang membawa sebotol susu sapi mentah dan sepotong besar daging sapi, atau kami akan pergi ke Taman Kyai Langgeng, berenang, atau kami akan ke Candi Borobudur, atau kami akan ke Candi  Mendut. Ibu sedemikian pintar mengatur keuangan keluarga dengan gaji pensiun Bapak yang hanya lima digit namun  mampu menyekolahkan 3 dari 5 anaknya hingga sarjana. Jika saya  mengenang masa  itu, saya namakan ' masa hidup sederhana'. Padahal saat dulu menjalani, biasa saja.  Biasa saja jika uang saku

BPJS Bikin Baper #Part Two

Setelah dua kali periksa ke Bu Dokter cantik, linu gigi geraham Ayah sudah berkurang. Siap-siap cabut gigi, yeayyy. Saya tahu Ayah grogi, badan segede Captain Amerika tapi mental kalah kala disuruh duduk di kursi khusus pasien gigi. Tueng tueng .. Memang dasar cerita BPJS ini menjadi serial. Bu Dokter tidak sanggup mencabut gigi geraham bungsu yang tinggal secuil itu. Katanya  karena sisa gigi sedikit, sedang akar gigi masih banyak dan posisi miring mengarah ke pipi. Parahnya gigi geraham bagian depan pun tertumbuk sehingga harus dicabut bersamaan. Waaww cabut satu gratis satu haha. Iya cabut dua gigi sekaligus, dan ini  sudah masuk ranah operasi kecil yang harus dilaksanakan di Rumah  Sakit. Oke, hari Kamis pun dipilih, pagi hari Ayah rontgen ke Lab , langsung daftar ke Rumah Sakit atas rujukan Bu Dokter cantik. Pukul 13.00 Ayah disarankan langsung masuk kamar untuk observasi. Operasi baru dilaksanakan jam 17.00 dan selesai 17.30. Lancar !! Eaaa.. Tapi  walaupun  tergolong oper