Skip to main content

Cedera Tulang pada Anak

 


Setelah meeting berjilid-jilid, hari Jumat adalah waktu yang tepat untuk selonjoran sejenak. Apalagi payday kan? Tetiba pukul 09.30 mendapat telepon dari guru sekolah si kecil. Bad feeling nih. Karena sudah dua kali kejadian begini, biasanya karena emergency. Kejadian pertama sepekan masuk.sekolah, si bocah menangis tiada henti. Yang pertama karena tas sekolah ditarik-tarik temannya sampai talinya rusak, dan yang kedua pusing karena flu. Keduanya tidak membuat saya memutuskan pulang lebih cepat. Saya hafal, Andra yang baru masuk KBIT (Kelompok Bermain Islam Terpadu) Juli lalu bukan tipe anak yang  nangis guling-guling. Nangisnya, ya cuma mewek-sesenggukan. Sejauh itu, amaan.

Jadi ada kejadian apalagi ini, sehingga sejam sebelum bel pulang, Ustadzah musti bersegera menelepon. 

“Bu, maaf, tadi Andra lari-lari lompat naik turun meja kecil, kemudian jatuh dan menangis. Katanya tangan kanan sakit. Sudah saya minta minum dulu, Andra minum pakai tangan kiri. Pas saya lihat tangan kanannya, ternyata  bengkak, Bu. Ini saya ijin bawa Andra ke tukang urut.” Begitu penjelasan Ustadzahnya, terdengar nada khawatir, “Saya minta maaf ya, Bu, tadi masih ngajar ngaji, tidak mengawasi anak-anak lain.”

Terbersit rasa khawatir, tapi memutusan pulang bukan keputusan benar, ada beberapa deadline yang musti kelar pekan ini. Plus menyadari bahwa anak-anak yang aktif bergerak, memiliki resiko itu, jatuh dan mungkin patah tulang. Duuh kok jadi mules. Mudah-mudahan hanya terkilir.

“ Tak apa kalau mau diurut dulu, nanti sore saya cek lagi, ada tukang urut langgan juga.” Saya menjawab diplomatis, sembari berusaha berpikir positif, semua baik-baik saja. 

Jeda salat Jumat saya manfaatkan untuk muter-muter kesana kemari; ke optik, toko sepatu dan toko tas. Dapet? Yes, sandal buat kondangin bulan depan, haha

Sore hari saya jemput anak-anak di rumah Bude. Si kecil lari menyambut saya, masih dengan mewek. Mata nya sembab, berarti seharian ini dia nangis. Biasanya jika saya datang, dia langsung la mengembangkan kedua lengannya, memeluk erat. Kali ini tidak. Tangan kiri menyangga tangan kanan.  Agak heran kenapa tangannya tidak dibebat oleh tukang urut ya. Fix, musti ke tukang urut langganan. Saya gandeng tangan kiri, enggak mau, beneran enggak mau dipegang sebadan-badan.  Saya gendong pelan-pelan dan mendudukkannya di boncengan motor dengan ekstra hat-hati.

Sore itu juga saya bawa ke tukang urutt langganan. Setelah ngobrol pelaaan, haap! Si Ibuk menarik lengan kanan Andra. Reflek dia nangis kejer dan gulang-guling kesakitan. Saya pegangi erat. Rasanya ada yang maakleess... 

Setelah tangannya dibebat perban, kami pulang.

Sudah bisa ditebak, malam harinya Andra tidur tak tenang. Mungkin nyeri ngilu atau apalah. Parasetamol sudah 2x saya berikan.Si bocah yang biasanya tidur seperti kitiran, kali ini diam telentang dengan tangan kanan terkulai. Sempat saya minta posisi tangan membuka-tengadah- sesuai instruksi tukang urutnya. Tidak bisa, yang ada Andra menjerit kesakitan. Meweklah kami berdua.

Sabtu sebenarnya jadwal padat, terutama urusan anter jemput anak mbarep. Iyes, hari ini Keenan sekolah, les renang dan les English. Karena si Ayah masih keluar kota, apa iya musti full ojol. Tekor dah, mana udah naik harganya, huft.

Pukul 06.30, Andra terbangun, sengaja saya biarkan karena semalam nyaris tidak tidur. Ketika saya pamit mau anter si Kakak, dia mengangguk.Yes, youtube cocomelon pun dinyalakan.  Baiklah meninggalkan balita di rumah sendirian dua belas menit, seperti nya aman. Pintu depan tidak terkunci setidaknya jika tetiba dia galau bisa keluar teras mainan kucing.

Kejadian berulang saat jemput les renang dan anter les english. Andra sedang tidur siang, berpikir aman ditinggal sendiri di rumah selama sepuluh menit. Tadi pagi saja, dia ditinggal sendiri mau, apalagi ini tidur, dia kan enggak tahu.

Namun sore bakda asar itu beda. Saya lupa mematikan alarm handphone yang sengaja saya tinggal. Cocomelon sudah tayang dan handphone saya letakkan disisi kiri tempat tidur. Maksud hati, saat dia terbangun, tidak ada orang, masih nyaman ada si Jhon. Tapii saya lupa mematikan alarm yang berbunyi 5 menit setelah motor saya melaju mengantar Keenan. Jadilah saat saya pulang, si bayik nangis mewek bersandar tembok.

Bukan karena takut sendiri di rumah, bahwa kebangun karena alarm ,iya sih, tapi dia menangis karena kebelet pipis dan tidak bisa melepas celana dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanannya dibebat perban.

Bude tukang pijit menyarankan datang 5 hari kemudian untuk buka perban. Rencana saya, setelah perban dibuka dan kondisi tangan baik, tetap akan saya bawa ke dokter, memastikan bahwa tulang sikunya sudah normal kembali semula. Rontgen tangan dan konsul doter ortopedi.

Lepas dua hari, kondisi tangan kanan membalik. Si bocah sudah kembali ceria, meski aktivitas lebih banyak dillakukan tangan kiri. Beberapa benda ringan sudah bisa diangkat dengan tangan kanan.

Kepikiran untuk bersegera periksa ke dokter ortopedi tanpa menunggu jadwal dengam tukang urut.Setelah browsing jadwal klinik dokter, saya putuskam untuk.membawa Andra ke rumah sakit Senin siang. Karena belum sempat minta rujukan dokter faskes 1, tak apalah konsultasi dokter via pasien umum. Yang penting segera tahu kondisi riil siku kanannya.

Senin pagi sembari perjalanan Pekalongan-Pemalang, saya melepon ke rumah sakit berjarak 3 kilometer dari rumah Batang. FULL! Astaga, sudah ada pendaftar 60 dengan kuota hanya 25 orang untuk dokter ortopedi ya dengan jadwal 2kali dalam sepekan, yaitu Senin dan Rabu. Astaga, kalau harus nunggu Rabu kelamaan. Mana ada jadwal meeting Rabu siang. Duuh.

Bersambung.....

 

 


Comments

popular post

Serba-serbi Kurikulum 2013 (K13)

Vonis Dokter Tidak Selalu Benar

Kapan Waktu Terbaik Mengajarkan Anak Naik Sepeda?

Merencanakan Pendidikan Anak Sejak Dini, Perlukah ?